Kapan Waktu yang Tepat untuk Bersyukur? - Jawaban yang Sering Terlambat Kita Sadari

Rasa syukur sering datang terlambat. Artikel ini mengajak kamu melihat momen-momen ringan yang sebenarnya layak disyukuri setiap hari.
Actionesia


“It is not happy people who are thankful.
It is thankful people who are happy.”

Unknown

Kamu pernah nggak sih, ngerasa hidup ini kok kayak datar-datar aja?

Bangun pagi — kerja — pulang — tidur — ulang lagi.
Kayak lagi ngejalanin skrip harian yang nggak ada efek “wow”-nya sama sekali.

Terus tiba-tiba, di suatu momen sederhana, kamu mikir:
“Eh… hidupku ternyata nggak seburuk itu, ya.”

Wkwk… kalau kamu pernah begitu, tenang. Saya juga. Bahkan sering.

Justru anehnya, rasa syukur itu kadang nggak muncul pas momennya kejadian.

Malah muncul belakangan, pas kita lagi diem, mikir, atau… bandingin hidup kita sama orang lain.

Dan jujur aja, saya termasuk orang yang sering kelupaan bersyukur—sampai sebuah perbandingan kecil bikin saya bengong sendiri.

Ilustrasi orang sedang menyadari bahwa hidupnya sudah sempurna

Ketika Syukur Baru Muncul Belakangan (Dan Itu Nggak Apa-Apa)

Saya kasih contoh sederhana ya.

Pernah suatu hari saya kesel banget karena HP saya mulai lemot. Buka aplikasi lama, battery cepat habis.
Dalam hati saya ngedumel:
“Duh, kapan ya bisa ganti HP baru?”

Sampai akhirnya, di parkiran, saya lihat seorang bapak main HP yang… jujur, bentuknya kayak HP museum. Layar kecil, keypad, casingnya retak-retak. Tapi beliau tersenyum, lagi baca chat dari anaknya.

Dan saya yang tadinya kesel sama HP sendiri, cuma bisa diem sambil mikir…
“Oke… saya lebay.”

Lucu ya? Kita sering lupa bahwa apa yang terasa “kurang” buat kita, bisa jadi adalah “kemewahan” buat orang lain.

Itu momen pertama yang bikin saya sadar:
Syukur memang sering telat datang. Tapi telat bukan berarti salah.

Kadang kita butuh kaca pembanding untuk melihat apa yang selama ini nggak kelihatan.

Tapi… Apakah Syukur Harus Menunggu Perbandingan?

Nah, bagian ini yang tricky.

Saya dulu mikir bahwa syukur harus muncul kalau kita lihat orang lain hidupnya “lebih sulit”.
Kayak syukur itu baru aktif kalau ada trigger dari luar.

Tapi makin dewasa, saya sadar…
Perbandingan itu hanya pintu masuk, bukan rumah tempat kita tinggal.

Karena kalau syukur kita selalu bergantung pada keadaan orang lain, kita akan capek sendiri.

Perbandingan bagus sebagai pengingat, tapi bukan fondasi utama.

Jadi di artikel ini, saya pengen kita bahas pelan-pelan:

Sebenernya kapan sih waktu yang tepat untuk bersyukur? Dan gimana caranya biar syukur nggak cuma datang telat?

1. Ketika Hal Kecil Masih Terasa Sepi

Kadang kita merasa hidup kita gitu-gitu aja.
Tapi justru di situ sebenarnya banyak hal yang layak disyukuri.

Contoh:
Kamu bangun pagi tanpa sakit.
Kamu bisa mandi air hangat.
Kamu masih bisa makan tiga kali.
Kamu bisa pakai baju yang nyaman.
Kamu punya tempat pulang.

Tapi kita hampir nggak pernah mikir itu, kan?

Saya pun dulu gitu.
Sampai suatu hari listrik mati setengah hari.
Habis itu, saya jadi menghargai AC, kipas angin, dan lampu lebih dari sebelumnya. Hihihi.

Ternyata…
Hidup kita nyaman bukan karena hal besar, tapi karena banyak hal kecil yang kita anggap biasa.

2. Ketika Kamu Mengalami Hal Menyebalkan (Ironis, Tapi Beneran)

Dalam hidup, ada kejadian-kejadian semacam:

  • macet
  • hujan deras pas mau keluar rumah
  • file hilang
  • internet lemot
  • rencana berantakan

Biasanya sih, kita langsung ngedumel.

Tapi lucunya, beberapa hal yang awalnya “nyebelin” itu malah jadi berkah kecil kalau kita lihat dari sisi lain.

Contoh:
Pernah sekali saya kesel karena hujan bikin saya telat berangkat. Tapi belakangan saya baru tau ada kecelakaan di jalan yang biasanya saya lewati pada jam itu.

Sejak itu, saya jadi sering mikir:
“Oh… mungkin ada hal yang nggak saya lihat.”

Dan rasa syukurnya baru muncul setelah lewat.
Telat lagi, wkwk… tapi tetap syukur.

3. Ketika Kamu Melihat Orang Lain Berjuang

Saya ini tipe yang gampang tersadar ketika melihat perjuangan orang lain.

Misalnya lihat orang yang harus kerja dua shift demi nutup kebutuhan. Atau lihat orang yang kerja fisik berat tapi tetap tersenyum.

Dan saya yang sering ngeluh capek di kerjaan, langsung berasa…
“Oke, mungkin capek saya nggak separah itu.”

Tapi ada hal penting yang saya pelajari:

Syukur bukan tentang merasa lebih baik dari orang lain, tapi tentang menyadari bahwa kita juga punya hal yang patut dihargai.

Perbandingan itu bukan buat menyombongkan diri.
Bukan buat ngerasa “lebih enak”.
Tapi sebagai cermin kecil:

“Oh, ternyata hidup saya juga dikasih banyak hal baik.”

4. Ketika Kamu Menyadari Kamu Dulu Pernah Menginginkan Hidup yang Kamu Punya Sekarang

Ini momen syukur paling sering bikin saya senyum kecil.

Dulu saya pernah pengen banget:

  • punya pekerjaan yang stabil
  • punya HP yang layak
  • punya baju yang nyaman
  • punya kamar yang lumayan
  • punya sedikit kebebasan finansial

Dan sekarang saya punya semua itu.

Tapi lucunya…
Kita sering lupa bahwa kita dulu pernah mendoakan apa yang kita miliki sekarang.

Jadi kadang saya tanya ke diri sendiri:
“Dulu kamu mau ini. Sekarang udah punya. Kok nggak disyukuri?”

Pertanyaan itu bikin saya langsung “kena sedikit”, tapi dengan cara yang baik.

5. Ketika Kamu Menyadari Hidupmu Nggak Serumit yang Kamu Kira

Ada masa di mana saya ngerasa hidup saya berat.
Kerjaan menumpuk, deadline, tekanan.
Semuanya kayak nyeret energi.

Tapi setelah saya pikir…
Ternyata “berat” itu bukan karena hidup saya jelek. Melainkan karena saya lupa melihat hal-hal baik yang tetap berjalan.

Kita sering lupa bahwa meski ada satu hal bikin stres, ada 10 hal lain yang tetap baik-baik aja.

Dan itu cukup buat disyukuri.

Jadi… Kapan Waktu Terbaik untuk Bersyukur?

Jawaban paling jujur?

Ketika kita berhenti sebentar.

Karena syukur itu butuh jeda.
Bukan butuh momen besar.

  • Saat kamu diam sejenak, kamu sadar banyak hal berjalan baik.
  • Saat kamu berhenti membandingkan ke atas, kamu melihat apa yang sudah kamu punya.
  • Saat kamu ngeliat sekitar, kamu sadar hidupmu mungkin tidak sempurna — tapi cukup.

Dan “cukup” itu, kadang lebih melegakan daripada “sempurna”.

Kesimpulannya?

Syukur nggak harus datang di momen besar.
Nggak harus saat semuanya bahagia. Nggak harus saat kamu lagi ada di titik puncak hidup.

Syukur justru sering datang di tengah hari biasa, di sela kesal kecil, dan di antara hal yang kita anggap sepele.

Kamu nggak perlu nunggu kaya, nunggu sukses, nunggu tenang, atau nunggu sempurna.

Kadang yang kamu butuhkan cuma:

  • berhenti sebentar,
  • melihat lebih pelan,
  • dan sadar bahwa hidupmu tidak seburuk itu.

Dan kalau kamu bisa mulai dari situ?
Hidup akan terasa sedikit lebih ringan.
Sedikit lebih hangat.
Sedikit lebih membahagiakan.

Karena ternyata…
kamu sudah punya banyak hal yang dulu kamu doakan.

Dan itu layak disyukuri sekarang, bukan nanti.