Kenapa Pemimpin Sukses Selalu Membaca? Ini Rahasianya
Ada satu kebiasaan aneh yang sering bikin saya bertanya-tanya: kenapa orang-orang yang sudah sukses, justru makin rajin baca buku?
Mereka yang jadwalnya padat, tanggung jawabnya besar, tekanan hidupnya tinggi—malah menyisihkan waktu buat duduk diam dan membaca.
Sementara kita yang masih di perjalanan, sering merasa terlalu sibuk untuk buka halaman pertama.
Apa mereka membaca karena sudah sukses?
Atau justru sukses karena membaca?
Pertanyaan ini nggak pernah lepas dari kepala saya. Sampai suatu hari, saya mulai memperhatikan satu pola diam-diam: pemimpin hebat, dari berbagai bidang, punya satu benang merah yang sama—mereka semua pembaca yang serius.Bukan karena ingin kelihatan pintar. Tapi karena mereka tahu, dunia ini terlalu luas untuk dipahami hanya dari pengalaman pribadi.
Mereka Membaca Bukan untuk Pintar, Tapi untuk Tetap Tumbuh
Ada satu kesalahpahaman yang sering muncul: kita kira membaca itu buat jadi pintar.
Padahal kalau kita perhatikan baik-baik, para pemimpin hebat—orang-orang yang kita anggap “udah sampai”—nggak lagi membaca untuk pamer wawasan.
Mereka membaca untuk tetap tumbuh. Untuk menjaga diri agar nggak mandek, agar terus punya perspektif baru setiap kali bangun tidur.
Bill Gates masih membaca sekitar 50 buku per tahun.
Warren Buffett kabarnya menghabiskan 80% waktunya dalam sehari untuk membaca. Bukan karena mereka nggak punya kerjaan.
Tapi karena mereka tahu: keputusan besar lahir dari pikiran yang terasah, dan pikiran yang terasah lahir dari nutrisi yang masuk ke dalamnya. Buku, artikel, jurnal, bahkan memo internal—semuanya adalah asupan gizi untuk kepala.
Dan yang menarik, mereka nggak selalu baca buku bisnis.
Banyak dari mereka justru mencari insight dari hal-hal yang nggak nyambung langsung ke pekerjaan mereka. Biografi, sejarah, fiksi, bahkan filsafat. Karena buat mereka, membaca bukan sekadar mencari solusi, tapi memperluas cara pandang. Bukan demi hasil instan, tapi demi jadi manusia yang lebih utuh.
Kadang kita mikir, “Ah, aku kan belum jadi CEO. Buat apa baca segitunya?”
Tapi justru karena kita belum sampai, kita butuh membaca lebih keras. Mereka sudah di atas, tapi tetap belajar.
Masa kita yang masih mendaki, malah berhenti menyerap bekal?
Mereka Sibuk, Tapi Tetap Membaca. Gimana Caranya?
Satu hal yang bikin saya takjub: orang-orang paling sibuk di dunia, justru menyisihkan waktu untuk membaca. Di tengah meeting back-to-back, tanggung jawab miliaran dolar, dan tekanan yang kita mungkin nggak bisa bayangkan… mereka tetap membaca.
Apa rahasianya?
Mereka nggak nunggu waktu luang. Mereka membuat waktu.
Jeff Bezos, misalnya. Dia dikenal sangat melindungi waktu paginya. Bukan untuk langsung kerja, tapi buat baca dan berpikir jernih. Ada juga Barack Obama—di masa jadi Presiden AS pun, dia tetap menyempatkan baca buku fiksi untuk menenangkan pikirannya dan menjaga empati.
Ritme mereka bukan soal "punya banyak waktu", tapi soal prioritas.
Mereka paham, membaca bukan gangguan. Justru membaca itu bagian dari pekerjaan mereka sebagai pemimpin. Karena makin tinggi posisi seseorang, makin sedikit orang yang berani mengoreksi. Buku dan tulisan jadi tempat di mana mereka bisa ditantang, disadarkan, atau bahkan dibantah—tanpa ego yang tersinggung.
Dan nggak selalu butuh waktu berjam-jam. Banyak dari mereka cuma ambil 20–30 menit sehari. Tapi konsisten. Baca saat pagi sebelum dunia mulai ribut. Atau malam, saat semua sudah diam.
Intinya: bukan waktunya yang banyak, tapi niatnya yang kuat.
Mereka Nggak Cuma Baca Buku Bisnis
Satu hal yang cukup mengejutkan: para pemimpin sukses itu nggak melulu baca buku tentang kepemimpinan, strategi, atau bisnis.
Malah banyak dari mereka yang justru tenggelam di halaman-halaman biografi, novel fiksi, sejarah dunia, bahkan puisi.
Mereka tahu, jadi pemimpin itu nggak cuma soal ngatur dan ngitung. Tapi juga soal memahami manusia. Dan kadang, pemahaman itu nggak datang dari spreadsheet—tapi dari cerita.
Barack Obama membaca novel untuk menjaga empatinya tetap hidup. Bill Gates sering membaca buku sejarah sains agar bisa memahami konteks besar dari teknologi yang ia kembangkan. Bahkan Elon Musk mengaku banyak belajar dari novel fiksi ilmiah, bukan hanya dari textbook teknik.
Lucu ya. Kita kadang mikir, “Bacaan harus produktif dong!” Tapi mereka justru membaca yang kadang kelihatannya nggak relevan.
Karena buat mereka, membaca bukan soal cepat-cepat dapat hasil. Tapi memperluas cara berpikir. Menumbuhkan imajinasi. Meningkatkan toleransi terhadap ide yang berbeda.
Dan ini pelajaran penting: kalau kita cuma membaca yang langsung berguna, kita mungkin kehilangan kesempatan buat jadi lebih bijak. Lebih utuh sebagai manusia.
Kamu Nggak Perlu Jadi CEO untuk Mulai Membaca
Banyak dari kita ngerasa, “Nanti aja bacanya, kalau udah punya waktu.” Tapi jujur, waktu nggak akan pernah datang sendiri. Selalu ada alasan untuk sibuk. Selalu ada gangguan. Dan membaca... akan selalu kalah kalau kita terus nunggu momen yang sempurna.
Padahal kita bisa mulai dari hal kecil banget.
Satu halaman sebelum tidur. Lima menit sebelum buka HP pagi-pagi. Sebuah artikel pendek waktu lagi nunggu kopi diseduh. Nggak harus muluk-muluk langsung satu buku per minggu.
Yang penting: frekuensinya. Bukan prestasinya.
Saya sendiri mulai membiasakan baca ulang buku-buku lama yang pernah saya suka. Nggak nyari yang paling “trending”. Tapi yang benar-benar ngasih rasa “bertemu diri sendiri”. Kadang cuma satu paragraf yang bikin saya mikir sepanjang hari.
Dan kamu nggak harus baca buku tebal.
Podcast dengan transkrip. Newsletter mingguan. Tulisan-tulisan reflektif. Semua bisa jadi pintu masuk.
Intinya: jangan tunggu jadi “orang hebat” dulu untuk membaca. Tapi jadilah pembaca dulu, supaya bisa jadi orang yang lebih hebat—dengan cara dan versi kamu sendiri.
Mungkin yang Kita Butuh Bukan Motivasi, Tapi Satu Paragraf yang Mengubah Cara Pandang
Kadang kita sibuk nyari motivasi. Cari video yang bikin semangat. Cari quotes yang bisa “nendang”. Padahal, bisa jadi yang kita butuh bukan itu.
Mungkin cuma satu kalimat dari buku lama.
Atau satu cerita dari penulis yang hidupnya jauh dari kita.
Atau satu perspektif baru, yang bikin kita sadar: selama ini kita cuma muter-muter di pola pikir yang sama.
Membaca itu bukan tugas. Bukan beban. Bukan tuntutan supaya kelihatan pintar.
Tapi ruang sunyi, di mana kita bisa bertemu versi diri yang lebih jernih.
Dan para pemimpin sukses tahu itu. Mereka membaca bukan karena harus, tapi karena mereka ingin tetap hidup dari dalam. Ingin terus belajar, meski dunia bilang mereka sudah sampai.
Mungkin kita belum sampai. Tapi dengan membaca, kita sedang melangkah.
Pelan-pelan. Tapi pasti.
Posting Komentar